Senin, 11 Oktober 2010

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN REPRODUKSI HYSTEREKTOMI

I. PENGERTIAN
1. Histerektomi adalah pengangkutan uterus melalui pembedahan, paling umum dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu (contoh, endometriosis atau tumor), untuk mengontrol perdarahan yang mengancam jiwa, dan kejadian infeksi pelvis yang tidak sembuh-sembuh atau ruptur uterus yang tidak dapat diperbaiki. (doengoes,2001)
2. Histerektomi adalah operasi ginekologi utama yang paling lazim dan prosedur pembedahan utama kedua yang terbanyak digunakan, dapat dilakukan lewat perut atau vagina.(Hacker/Moore, 2001)

II. INDIKASI HISTEREKTOMI
A. Keadaan akut
A-1 bencana kehamilan (misalnya, perdarahan yang hebat)
A-2 infeksi yang hebat (misalnya ruptural abses ovarium-tubo)
A-3 komplikasi operatif (misalnya perforasi rahim)
B. Penyakit benigna
B-1 leiomiomata, simtomatik (misalnya perdarahan, tekanan),asimptomatik (> ukuran 12 minggu, mengacaukan evaluasi adneksa)
B-2 endometriosis (endometriosis yag berbeda, tak memberi respon terhadap penekanan hormonal atau pembedahan konservatif)
B-3 adenomiosis
B-4 infeksi kronik (misalnya, penyakit radang pelvis yang berulang)
B-5 massa adneksa (misalnya, neoplasma ovarium)
B-6 lainnya (definisi operator, kriteria khusus)
C. Kanker/penyakit pra-ganas yang bermakna
C-1 penyakit infasif pada organ reproduksi
C-2 penyakit pra infasif yang bermakna pada rahim (CIN-3+ atau hiperplasia adenomatosa pada endometrium dengan atipia sel)
C-3 kanker pada organ yang bersebelahan atau jauh (gastrointestinal, genitourinarius atau kanker payudara)
D. Rasa tak enak (tak ada perkiraan patologi jaringan)
D-1 nyeri pelvis yang kronis (laparoskopi negatif dan dicoba terapi bukan bedah)
D-2 relaksasi pelvis (simtomatik)
D-3 perdarahan rahim yang berulang (tidak memberi respon terhadap pengaturan hormon dan kuretasi-rahim ukuran normal)
D-4 lainnya (definisi operator, kriteria khusus)
E. Keadaan yang meringankan (tidak diindikasikan secara khusus tetapi barangkali dibenarkan–membutuhkan peninjauan setara sebelum pembedahan)
E-1 sterilisasi (keadaan yang meringankan)
E-2 profilaksis kanker (misalnya berulangnya CIN-2 setelah biopsi kerucut atau hiperplasia adenomatosa yang terus berlanjut pada endometrium tanpa atipial)
E-3 lainnya-pendaftaran keadaan yang mmeringankan.

III. KONTRAINDIKASI HISTEREKTOMI
Komplikasi umum yang berhubungan dengan setiap pembedahan perut atau pelvis antara lain adalah atelektasis, luka infeksi, infeksi saluran kencing, tromoflebitis, dan embolisme paru-paru. Atelektasis sering terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama dan dapat dicegah dan diterapi dengan pembersihan paru-paru yang agresif. Luka infeksi biasanya terjadi sekitar 5 hari pasca operasi dan disertai dengan kemerahan, nyeri tekan, pembengkakan, dan peningkatan kehangatan disekitar luka. Terapinya dapat membutuhkan antibiotika sistemik, pembukaan insisi itu, drainase sekret, debridemen lokal, dan perawatan luka. Infeksi saluran kencing dapat terjadi pada setiap saat dalam periode pasca pembedahan, dan urine untuk mikroskopi dan biakan harus diperoleh pada setiap pasien yang mengalami demam pasca pembedahan.tromboflebitis (yang berikutnya kemungkinan embolisme paru-paru) ditunjukkan oleh demam dan pembengkakan atau nyeri kaki; ini biasanya terjadi 7 sampai 10 hari pasca perasi, embolisme paru-paru dapat terjadi, sekalipun tidak terdapat tanda-tanda tromboflebitis. Terbukanya luka dengan evirasi usus biasanya diakibatkan oleh banyaknya sekret serosa dari luka (cairan peritoneum) 4 sampai 8 hari pasca operasi. Bila eviserasi dicurigai, luka harus dieksplorasi dalam kamar bedah.
Komplikasi intraoperatif yang paling lazim pada histerektomi perut atau vagina adalah perdarahan, dari infundibulopelvis atau pedikel ovarium-utero, pedikel rahim, atau susdut vagina. Bila terjadi perdarahan pasca pembedahan, perdarahan dari sudut vagina kadang-kadang dapat dikenali dan dikendalikan lewat vagina. Tetapi, kalau perdarahan cukup untuk menyebabkan hipotensi, laparotomi mungkin dibutuhkan untuk mengikat predikel pembuluh darah yag mengalami perdarahan.
Infeksi sering terjadi pada kedua prosedur dan ditunjukkan oleh demam dan nyeri perut bagian bawah. Pemeriksaan sering mengungkapkan nyeri tekan dan indurasi pada daerah vagina, yang menunjukkan suatu selulitis pelvis. Ini biasanya dapat diterapi dengan terapi anntibiotika. Bila ada pembentukan seroma atau hematoma, abses pelvis atau hematoma pelvis yang terinfeksi dapat terjadi. Ini akan ditunjukkan oleh suatu massayang panas dan nyeri dengan pemeriksaan rektovagina.pasien semacam itu membutuhkan drainase yang tepat pada bahan yang terinfeksi melalui puntung vagina, selain pemberikan antibiotik parenteral. Sefalosforin profilaksis secara intraoperatif dan selama 24jam pasca operasi ternyata bermanfaat untuk mengendalikan infeksi pada histerektomi vagina yang dilakukan pada pasien pra-menopause.
Cedera ureter adalah komplikasi yang paling berbahaya dari histerektomi dan biasanya terjadi selama prosedur perut terutama selama diseksi yang sukar pada penyakit radang pelvis, endometriosis, atau kanker pelvis. Tempat cedera yang paling lazim adalah tempat di bagian lateral serviks;tempat kedua yang paling banyak ditemukan adalah dibawah ligamen infundibulopelvis. Suatu jahitan dapat dilakukan pada ureter, atau ini dapat dicepit dan dipotong. Sebelum melakukan ligasi dan insisi ligamen infundibulopelvis ureter perlu dikenali. Pasca operasi, pasien akan mengalami demam dan nyeri pinggang, dan fistula uterovaginalis atau urinoma dapat terjadi 5 sampai 21 hari pasca operasi. Kalau cairan mulai bocor dari vagina, suatu pemeriksaan termasuk sistoskopi dan pielografiintravena, diperlukan. Fistula uterovaginal membutuhkan reimplantasi ureter ke dalam kandung kemih, tetapi biasanya menunggu beberapa bulan agar reaksi radang mereda.
Cedera intraoperatif pada kandung kemih atau usus dapat terjadi dan, kalau diketahui, harus diperbaiki dengan segera. Kalau diperlukan perbaikan kandung kemih, diperlukan 7 hari drainasepasca pembedahan dengan kateter foley untuk memungkinkan penyembuhan yang optimal.

IV. KLASIFIKASI HYSTEREKTOMI
1. Histerektomi total adalah pengangkatan unterus, serviks, dan ovarium.(brunner & Suddarth, vol 2, edisi 8)
2. Histerektomi sub total adalah mempertahankan serviks.(Hacker/Moore, 2001)
3. Histerektomo ekstrafasial adalah membuang rahim besrta lapisan fasial sebelah luarnya secara utuh. (Hacker/Moore, 2001)
4. Histerektomi intrafasial adalah bahwa bagian tengah serviks dibuang dan lapisan fasial sebelah luar (endopelvis) di biarkan melekat pada kandung kemih.(Hacker/Moore, 2001)
5. Histerektomi radikal (wertheim) adalah pengangkatan uterus, adneksa, vagina proksimal, dan nodus limfe bilateral melalui insisi abdomen.(Brunner & Suddarth, vol 2, edisi 8)
6. Histerektomi vaginal radikal (schauta) adalah pengangkatan vagina uterus, adneksa, dan vagina proksimal.(Brunner & Suddarth, vol 2, edisi 8)

V. DATA PENUNJANG
1. Pap smear: dysplasia seluler menunjukkan kemungkinan/adanya kanker.
2. Ultrasound/ CT Scan: membantu mengidentifikasi ukuran atau lokasi massa.
3. Laparoskopi: dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial. Laparatomi mungkin dilakuakn untuk membuat tahapan kanker atau untuk mengkaji efek kemoterapi.
4. D & K dengan biopsy (endometrial/servikal): memungkinkan pemeriksaan histopatologis sel untuk menentukan adanya/lokasi kanker.
5. Tes Schiller (bercak serviks dengan iodin): berguna dalam identifikasi sel abnormal.
6. Hitung darah lengkap: penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis, sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif. Peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi/infeksi.

VI. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a) Riwayat Kesehatan
b) Pemeriksaan Fisik dan Pelvis
c) Data dasar pengkajian pasien
Data tergantung pada proses penyakit dasar/kebutuhan untuk intervensi pembedahan (contoh, kanker, prolaps, disfungsi perdarahan uteri, endometriosis berat/infeksi pelviks yang tidak sembuh terhadap penanganan medik).
d) Respon Psikososial Pasien
Keharusan menjalani histerektomi dapat menunjukkan reaksi emosional yang kuat dan adanya ketakutan.
e) Ansietas
Jika histerektomi dilakukan untuk mengangkat tumor maligna , ansietas yang berhubungan dengan ketakutan adanya kanker dan kematian menambah stres pada pasien dan keluarganya.


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis, manipulasi bedah, adanya edema jaringan lokal, hematoma,paralisis saraf.
5. Resiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan dengan faktor fisik (bedah abdominal, dengan manipulasi usus, melemahkan otot abdominal), nyeri/ketidaknyamanan abdomen atau area perineal, perubahan masukan diet.
6. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia, penurunan/penghentian aliran darah (kongesti pelvis, inflamasi jaringan pascaoperasi, stasis vena), trauma intraoperasi/tekanan pada pelvis/pembuluh betis/posisi litotomi selama histerektomi vagina.
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi (contoh, memendeknya kanal vaginal; perubahan kadar hormon, penurunan libido), kemungkinan perubahan pola respon seksual (contoh,tak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme; ketidaknyamanan/nyeri vagina(dispareunia)).
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

C. PERENCANAAN (INTERVENSI)
1. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
Intervensi :
a) Berikan penjelasan tentang persiapan fisik sepanjang periode praoperatif.
b) Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaannya pada seseorang yang dapatmemahami dan membantunya.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
Intervensi :
a) Berikan waku untuk mendengar masalah ketakutan pasien dan orang terdekat. Diskusiakan persepsi dari pasien sehubungan dengan antisipasi perubahan dan pola hidup khusus.
b) Kaji stres emosi pasien. Identifikasi kehilangan pada pasien/orang terdekat. Dorong pasien untuk mengekspresikan dengan tepat.
c) Berikan informasi akurat, kuatkan informasi yang diberikan sebelumnya.
d) Ketahui kekuatan individu dan identifikasi perilaku koping positif sebelumnya.
e) Berikan lingkungan terbuka kepada pasien untuk mendiskusikan masalah seksualitas.
f) Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan, atau terlalu memasalahkan perubahan aktual/yang ada.
g) Kolaborasi dengan rujuk konseling profesional sesuai kebutuhan.
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
Intervensi :
a) Pemberian analgesik sesuai yang d resepkan untuk mrnghilangkan nyeri dan meningkatkan pergerakan dan ambulasi.
b) Pantau cairan dan makanan selama 1 atau 2 hari dalam periode pasca operatif.
c) Pasang selang rektal, pemasangan penghambat pada abdomen jika pasien menglami distensi abdomen atau flatus.
4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis, manipulasi bedah, adanya edema jaringan lokal, hematoma,paralisis saraf.
Intervensi :
a) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluarnya urine.
b) Palpasi kandung kemih, selidiki keluhan ketidaknyamanan, penuh, ketidakmampuan berkemih.
c) Berikan tindakan berkemih rutin, contoh vrivasi, posisi normal, aliran air pada baskom, penyiraman air hangat pada perineum.
d) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada).
e) Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan, bau.
f) Kolaborasi pemasangan kateter bila diindikasikan/per protokol bila pasien tidak mampu berkemih atau tidak nyaman.
g) Kolaborasi dalam dekompresi kandung kemih dengan perlahan.
h) Pertahankan patensis kateter tak menetap; pertahankan drainase selang bebas lipatan.
i) Periksa residu volume urine setelah berkemih bila diindikasikan.

5. Resiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan dengan faktor fisik (bedah abdominal, dengan manipulasi usus, melemahkan otot abdominal), nyeri/ketidaknyamanan abdomen atau area perineal, perubahan masukan diet.
Intervensi :
a) Auskultasi bising usus. Perhatikan distensi abdomen, adanya mual/muntah.
b) Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
c) Dorong pemasukan cairan adekuat; termasuk sari buah, bila pemasukan per oral dimulai.
d) Berikan rendam duduk.
e) Kolaborasi dalam membatasi pemasukan oral sesuai indikasi.
f) Kolaborasi dalam pemberikan selang NG bila ada.
g) Kolaborasi pemberian cairan jernih/banyak dan dikembangkan menjadi makanan halus sesuai toleransi.
h) Gunakan selang rektal; lakukan kompres hangat pada perut, bila tepat.
i) Berikan obat, contok pelumas feses, minyak mineral, laksatif sesuai indikasi.

6. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia, penurunan/penghentian aliran darah (kongesti pelvis, inflamasi jaringan pascaoperasi, stasis vena), trauma intraoperasi/tekanan pada pelvis/pembuluh betis/posisi litotomi selama histerektomi vagina.
Intervensi :
a) Pantau tanda vital; palpasi nadi perifer dan perhatikan pengisian kapiler; kaji keluaran/karakteristik urine. Evaluasi perubahan mental.
b) Inspeksi balutan dan pembalut perineal, perhatikan warna, jumlah, dan bau drainase. Timbang pembalut dan bandingkan dengan berat kering, bila pasien mengalami perdarahan hebat.
c) Ubah posisi pasien dan dorong batuk sering dan latihan napas dalam.
d) Hindari posisi Fowler tinggi dan tekanan dibawah lutut atau menyilangkan kaki.
e) Bantu/instruksikan latihan kaki dan telapak dan ambulasi sesegera mungkin.
f) Bantu/dorong penggunaan spirometri insentif.
g) Berikan cairan IV, produk darah sesuai indikasi.
h) Pakaikan stoking antiemboli.
i) Periksa tanda Homan. Perhatikan eritema, pembengkakan ekstremitas, atau keluhan nyeri dada tiba-tiba pada dispnea.

7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi (contoh, memendeknya kanal vaginal; perubahan kadar hormon, penurunan libido), kemungkinan perubahan pola respon seksual (contoh,tak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme; ketidaknyamanan/nyeri vagina(dispareunia)).
Intervensi :
a) Mendengarkan pernyataan pasien/orang terdekat.
b) Kaji informasi pasien/orang terdekat tentang anatomi fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan.
c) Identifikasi faktor budaya/nilai dan adanya konflik.
d) Bantu pasien untuk menyadari/menerima tahap berduka.
e) Dorong pasien untuk berbagi pikiran /masalah dengan teman.
f) Solusi pemecahan masalah terhadap masalah potensial; contoh menunda koitus seksual saat kelelahan, melanjutkannya dengan ekspresi alternative, posisi yang menghindari tekanan pada insisi abdomen, menggunakan minyak vagina.
g) Diskusikan sensasi/ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respon seperti individu biasanya.
h) Rujuk ke konselor/ahli seksual sesuai kebutuhan.

8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Intervensi :
a) Diskusikan degan lengkap masalah yang diantisipasi selama penyembuhan, contoh labilitas emosi dan harapan perasaan depresi/ kesedihan; kelemahan berat, gangguan tidur, masalah berkemih.
b) Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa datang; contoh, pasien perlu mengetahui bahwa ia tak akan menstruasi atau melahirkan anak, apakah menopause pembedahan akan terjadi dan kemungkinan kebutuhan untuk penambahan hormon.
c) Diskusikan melakukan kembali aktivitas. Dorong aktivitas pertama dengan periode istirahat yang sering dan meningkatkan aktivitas/latihan sesuai toleransi. Tekankan pentingnya respon individu dalam penyembuhan.
d) Identifikasi keterbatasan individu, contoh menghindari mengangkat berat (seperti pengosongan dan mengejan saat defekasi); duduk/menyetir lama. Hindari mandi di bak/pancuran sampai dokter mengizinkan.
e) Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual. (Rujuk DK: Risiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi(contoh: memendeknya kanal vaginal; perubahan kadar hormon, penurunan libido), Kemungkinan perubahan pola respon seksual (contoh: tak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme; ketidaknyamana/nyeri vagina (dispareunia))).
f) Identifikasi kebutuhan diet, contoh protein tinggi, tambahan besi.
g) Kaji ulang terapi penambahan hormon. Diskusikan kemungkinan “hot flash” meskipun ovarium masih ada.
h) Dorong minum obat yang diresepkan secara rutin (contoh, dengan makan).
i) Diskusikan potensial efek samping, contoh peningkatan berat badan, peningkatan pigmentasi kulit atau jerawat, nyeri tekan payudara, sakit kepala, fotosensitivitas.
j) Anjurkan menghentikan merokok bila menerima terapi estrogen.
k) Kaji ulang perawatan insisi bila tepat.
l) Tekankan pentingnya mengevaluasi perawatan.
m) Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh, demam/menggigil, perubahan drainase vaginal/luka, perdarahan.






9. PELAKSANAAN (IMPLEMENTASI)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun.

10. EVALUASI
a) Mengalami penurunan ansietas.
b) Menerima perubahan-perubahan yang berhubungan dengan pembedahan:
1) Membicarakan perubahan yang dihasilkan dari pembedahan dengan pasangannya.
2) Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan yang ia alami dan rencana pengobatannya.
3) Menunjukkan kesediaan atau depresi minimal.
c) Mengalami nyeri dan ketidaknyamanan minimal
1) Melaporkan peredaan nyeri dan ketidaknyamanan abdomen.
2) Melakukan ambulasi tanpa rasa nyeri.

VII. DAFTAR PUSTAKA
Hacker dan Moore, Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2, Jakarta: Hipokrates,2001.
Manuaba, Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi, Jakarta: EGC,2004.
Marilynn, Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1999.
Brunner and Suddarth, Buku Ajar keperawatan Medical bedah, Edisi 8, Jakarta: EGC,2002

Rabu, 06 Oktober 2010

Proses Kimiawi Jatuh Cinta
Jika kita bertanya pada orang-orang dewasa ataupun yang telah uzur, sebuah pertanyaan yang menggelikan tetapi sangat menarik, “Kalau Anda ingin kembali ke masa muda, masa manakah yang akan Anda pilih?”, kira-kira bagaimana jawaban mereka?
Pastilah kebanyakan dari mereka akan langsung menjawab ingin kembali ke masa SMU dengan alasan yang beraneka ragam. Tetapi salah satu jawaban yang pasti adalah ketertarikan mereka pada lawan jenis dengan berjuta-juta jalan cerita yang tak kunjung usai untuk diceritakan. Mereka mengakui bahwa ketika bertatapan dengan kecengan atau pada saat berada di dekat dia atau waktu ngobrol sama dia, akan timbul perasaan yang tidak dimengerti (tidak biasanya terjadi), seperti perasaan canggung/kikuk, malu, salah tingkah, atau perasaan dag-dig-dug nggak karuan.
Harus diakui kebanyakan dari mereka tidak berusaha sungguh-sungguh mencari jawabannya dan menganggap hal tersebut sesuatu yang biasa saja sebagaimana terpersonalisasinya pikiran bahwa jika berbicara masalah ilmiah maka akan terbersit bayangan bahwa ilmiah, sudah dari sononya memang sulit untuk dipahami.
Terlepas dari hal tersebut merupakan kodrat manusia, artikel ini akan menjelaskan secara definitif dan sederhana tentang aliran kimiawi cinta. Sebelum turun ke hati, aliran cinta akan transit dulu di otak untuk melewati proses-proses kimiawi. Dan proses transit ini memerlukan beberapa tahapan sehingga aliran kimiawi cinta tidak sesederhana dan secepat peribahasa ‘dari mata turun ke hati’.
Tahap 1: Terkesan
Pada tahap ini, terjadi kontak antara dua orang melalui alat indera (mata) baik melalui tatapan, berdekatan, berbicara atau yang lainnya.
Tahap 2: Ketertarikan
Pada tahap ini otak akan terangsang untuk menghasilkan tiga senyawa cinta, yaitu: Phenyletilamine (PEA), Dopamine dan Nenopinephrine.
1. Phenyletilamine (PEA) atau 2-feniletilamina
Senyawa ini mempunyai Mr =121,18; titik didih sebesar 197-200oC ; berat jenis = 0,965 ; titik Fahrenheit = 195oF (90oC) dan memiliki bidang polarisasi ND 200 = 1,5335
2. Dopamine
Struktur Dopamine ada dua, yaitu:
1. Dopamine (3-hidroksitiraminihidrogenbromida atau 3,4-dihidroksiphenentilamin)
Mempunyai Mr = 234,10 dan titik lebur 218-220ooC
2. Dopamine (3-hidroksitiraminhidrogenklorida atau 3,4-dihidroksiphenetilamin)
Mempunyai Mr = 189,64 dan titik lebur 241 – 243oC
Dari ketiga senyawa tersebut, senyawa PEA-lah yang paling berperan dalam proses kimiawi cinta. Senyawa ini juga yang mengakibatkan kamu merasa tersipu-sipu, malu ketika berpandangan dengan orang kamu sukai. Dan ternyata senyawa PEA ini banyak terkandung dalam coklat seperti Silver Queen, Waver Tango, Conello, Es Krim, Choki-Choki, dan lain-lain. Mungkin inilah sebabnya orang-orang dulu bahkan juga sekarang suka memberi coklat pada seseorang yang dicintainya.
Tahap 3: Pengikatan
Pada tahap ini tubuh akan memproduksi senyawa Endropin. Senyawa inilah yang akan menimbulkan perasaan aman, damai, dan tentram. Otak akan memproduksi senyawa ini apabila orang yang kita kasihi berada di dekat kita.
Tahap 4: Persekutuan Kimia (Tahap Terakhir)
Pada tahap ini senyawa Oxyrocin yang dihasilkan oleh otak kecil mempunyai peranan dalam hal membuat rasa cinta itu menjadi lebih rukun dan mesra antara keduanya.
Jika orang sudah jatuh cinta kepada lain jenis, maka ada tanda-tanda yang dapat kita lihat antara lain:
1. Malu-malu jika orang yang dicintai memandanginya.
2. Tunduk kepada perintah orang yang dicintai dan mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri.
3. Memperhatikan perkataan orang yang dicintai dan mendengarkannya.
4. Segera menghampiri yang dicintai.
5. Mencintai apapun yang dicintai sang kekasih.
6. Jalan yang dilalui terasa pendek sekalipun panjang saat mengunjungi orang yang dicintai.
7. Kaget dan gemetar tatkala berhadapan dengan orang yang dicintai atau tatkala mendengar namanya disebut.
8. Cemburu kepada orang yang dicintai.
9. Rela berkorban untuk orang yang dicintai.
10. Menyenangi apapun yang menyenangkan orang yang dicintai.
11. Tunduk dan patuh kepada orang yang dicintai.
12. Menghindari hal-hal yang merenggangkan hubungan dengan orang yang dicintai dan membuatnya marah.
13. Adanya kecocokan antara orang yang mencintai dan yang dicintai.
Demikian tahapan-tahapan aliran kimiawi cinta, tetapi janganlah kita terpersepsikan bahwa jika kata 祖inta・akan selalu berhubungan dengan pacaran. Sebab jika kita berbicara masalah cinta, sebenarnya bukan hanya untuk lawan jenis, tetapi perasaan cinta seseorang kepada suami/istrinya, anak, teman, adik, serta saudara yang lain.

Jumat, 01 Oktober 2010


LAPORAN PENDAHULUAN

A.        KONSEP DASAR
Pedoman diagnostik Gangguan Psikotik Akut Skizofrenia harus
(1)      Memenuhi kriteria onset harus akut yaitu dari suatu keadaan non psikotik sampai keadaan psikotik yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang, harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham, yang berubah dalam jenis dan intensitasnya dari hari kehari atau dalam hari yang sama, harus ada keadaan emosional yang sama beraneka ragamnya
(2)      Disertai gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia dan
(3)      Apabila gejala-gejala skizofrenia menetaap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis harus diubah menjadi Skizofrenia.

1.         Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

2.         Penyebab
a.       Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %,  bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).

b.      Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

c.       Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

d.      Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.

e.       Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

f.        Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

g.       Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).


h.       Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

i.         Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

3.         Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
a.       Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.

b.      Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.

c.       Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d.      Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

e.       Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

f.        Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

g.       Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.



B.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.         Pengkajian
Simtomatologi ( Data Subjektif dan Objektif ) pada klien dengan Skizofrenia, Delusi dan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan Psikosis didapatkan (Townsend , 1998; 148):
a.         Autisme
Merupakan suatu keadaan yang berfokus pada batiniah (inner side). Seseorang mungkin saja menciptakan dunia sendiri. Kata-kata  dan kejadian-kejadian tertentu mungkin mempunyaai arti yang khusus untuk orang psikosis, arti suatu simbolik alamiah yang hanya mengerti oleh individu tersebut.

b.         Ambivalensi emosi
Kekuatan emosai cinta, benci dan takut menghasilkan banyak konflik dalam diri seseorang. Setiap kali terjadi kecenderungan untuk mengimbangi orang lain sampai netralisasi emosional terjadi dan akibatnya individu tersebut akan mengalami kelesuan atau rasa acuh tak acuh.

c.         Afek tak sesuai
Afeknya datar, tump[ul dan seringkali tidak sesuai (misalnya pasien tertawaa saat menceritakan kematian salah seorang orang tuanya).

d.         Kehilangan Asosiatif
Istilah ini menggambarkan disorganisasi pikiran yang amat sangat dan bahasa verbaal dari orang yang psikosis. Pikirannya sangat cepat , disertai dengan perpindahaan ide dari suatu pernyataaan kepernyataan berikut.

e.         Ekolalia
Orang yang psikosis seringkali mengulangi kata kata yang didengarnya.

f.           Ekopraksia
Orang yang psikosis seringkali mengulangi gerakan orang lain yang dilihatnya (Ekolalia dan ekopraksia adalah hasil dari  batas ego seseorang yang sangat lemah).

g.         Neologisme
Orang yang psikosis  seringkali mengulangi kata-kata yang didengarnya.

h.         Pikiran konkrit
Orang psikosis memiliki kesukaran untuk berpikir abstrak dan mengartikan hanya secara harafiah aspek-aspek yang ada dilingkungannya.

i.           Asosiasi gema / clang
Orang psikosis menggunakan kata-kataa bersajak dengan suaatu pola yang menyimpang dari ketentuan yang sebenarnya.

j.           Kata-kata tak beraturan
Orang yang psikosis akan memakai kata-kata bersama-sama secara acak daan tak beraturan tanpa hubungaan yang logis.

k.         Delusi
Istilah ini menunjukikan adanya ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang salah. Jenis-jenis waham ini mencakup :
(1)      Kebesaran
Seseorang memiliki suatu perasaan berlebihan dalam kepentingan atau kekuasaan.
(2)      Curiga
Seseorang merasa terancam dan yakin bahwa orang lain bermaksud untuk membahayakan atau mencurigai dirinya.
Siar Semua kejadian dalam lingkungan sekitarnya diyakini merujuk/terkait kepada dirinya.
(3)      Kontrol
Seseorang percaya bahwa obyek atau orang tertentu mengontrol perilakunya.

l.           Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari kelima pancaindra. Halusinasi pendengaran dan penglihatan yang paling umum terjadi, halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi.

m.       Regresi
Suatu mekanisme pertahanan ego yang paling mendasar yang digunakan oleh seseorang psikosis. Perilaku seperti anak-anak dan tehnik-tehnik yang dirasa aman untuk dirinya digunakan. Perilaku sosial yang tidak sesuai dapat terlihat dengan jelas.

n.         Religius
Orang psikosis menjadi penuh dengaaan ide religius, pikiran mekanisme pertahanan yang digunakan dalam suatu usaha untuk menstabilkan dan memberikan struktur bagi pikiran dan perilaku disorganisasi.
Dari hasil pengkajian diperoleh analisa/ pohon masalah sebagai berikut :


Diagnose Keperawatan dan Perencanaan (Tujuan, Intervensi , Rasional dan kriteria hasil):
1.         Resiko tinggi terhadap kekerasan : diarahkan pada diri sendiri atau orang lain berhubungan dengan :
(1)      Kurang rasa percaya : kecurigaan terhadap orang lain
(2)      Panik
(3)      Rangsangan katatonik
(4)      Reaksi kemarahan/amok
(5)      Instruksi dari halusinaasi
(6)      Pikiran delusional
(7)      Berjalan bolak balik
(8)      Rahang kaku; mengepalkan tangan, postur tubuh yang kaku
(9)      Tindakan agresif : tujuan merusak secara langsung benda-benda yang berada dalam lingkungan sekitarnya
(10)  Perilaku merusak diri atau aktif; tindakan bunuh diri yang agresif
(11)  Perkataaan yang mengaaancam yang bermusuhan; tindakan menyombongkan diri untuk menyiksa orang lain secara psikologis
(12)  Peningkatan aktifitas motorik,langkah kaki,rangsangan,mudah tersinggung, kegelisahan.
(13)  Mempersepsikan lingkungan sebagai suatu ancaman.
(14)  Menerima “suruhan” melalui pendengaran atau penglihatan sebagai ancamaN.

Perencanaan :
Sasaran / Tujuan  :
Tujuan jangka panjang:
Pasien tidak akan membahayakan dirinya dan orang lain selama di Rumah Sakit.
Tujuan jangka pendek :
Dalam 2 minggu pasien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan ansietas dan kegelisahan dan melaporkan kepada perawat agaar diberikan intervensi sesuai kebutuhan.

Intervensi dan rasional :
(a)      Pertahankan agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana,tingkat kebisingan rendah ).
Rasional :
Tingkat ansietas akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus.Individu-individu yang ada mungkin dirasakan sebagai suatu ancaman karena mencurigakan, sehingga akhirnya membuat pasien agitasi.

(b)      Obserfasi secara ketat perilaku pasien (setiap 15 menit).Kerjakaan hal ini Sebagai suatu kegiatan yang rutin untuk pasien untuk menghindari timbulnya kecurigaan dalam diri pasien.
Rasional :
Obserfasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuik selalu memastikan bahwa pasien berada dalam keadaan aman.

(c)      Singkirkan semua benda-benda yang dapat membahayakan dari lingkungan sekitar pasien,
Rasional:
Jika pasien berada dalam keadaan gelisah, bingung, pasien tidak akan menggunakan benda-benda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

(d)      Coba salurkan perilaku merusak diri ke kegiatn fisik untuk menurunkan ansietas pasien (mis,memukuli karung pasir).
Rasional :
Latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektf untuk menghilaangkan ketegangan yang terpendam.

(e)      Staf harus mempertahankan daan menampilkan perilaku yang tenang terhadap pasien.
Rasional :
Ansietas menular dan dapat ditransfer dari perawat kepada pasien.

(f)        Miliki cukup staf yang kuat secara fisik yang dapat membantu mengamankan pasien jika dibutuhkan.
Rasionaal :
Hal ini dibutuhkan untuk mengontrol situasi dan juga memberikan keamanan fisik kepada staf.

(g)      Berikan obat-obatan stranquliser sesuai program terapi pengobatan. Paantau keefektifan obat-obatan dan efek sampingnya.
Rasional :
Cara mencapai “ batasaan alternatif yang paling sedikit “ harus diseleksi ketika merencanakan intervensi untuk psikiatri.

(h)      Jika pasien tidak menjadi tenang dengan cara “ mengatakan sesuatu yang lebih penting daripada yang dikatakan oleh pasien (menghentikan pembicaraan ) “  atau dengan obat-obatan, gunakan alat-alat pembatasan gerak ( fiksasi ). Pastikan bahwa anda memiliki cukup banyak staf untuk membantu. Ikuti protokol yang telah ditetapkan oleh institusi.Jika pasien mempunyai riwayat menolak obat-obatan, berikan obat setelah fiksasi dilakukan.

(i)        Observasi pasien yang dalam keadaan fiksasi setiap 15 menit (sesuai kebijakan institusi). Pastikan bahwa sirkulasi pasien tidak terganggu (periksa suhu, warna dan denyut nadi pada ekstremitaas pasien). Bantu pasien untuk memenuhi , kebutuhannya untuk nutrisi, hidrasi dan eliminasi. Berikan posisi yang memberikan rasa nyaman untuk pasien dan daapat mencegah mencegah aspirasi.
Rasional :
Keamanan klien merupakn prioritas keperawatan.

(j)        Begitu kegelisahan menurun, kaji kesiapan pasien untuk dilepaskan dari fiksasi. Lepaskan satu persatu fiksasi pasien atau dikurangi secara bertahap, jangan sekaligus, sambil terus mengkaji respons pasien.
Rasional :
Meminimalkan resiko kecelakaan bagi pasien dan perawat.

Kriteria hasil :
(a)      Ansietas dipertahankan pada tingkat dimana pasien tidak menjadi agresif
(b)      Pasien memperlihatkan rasa percaya kepada oraang lain disekitarnya
(c)      Pasien mempertahankan orientasi realitanya.



2.         Isolasi sosial berhubungan dengan :
(1)      kurangnya rasa percaya diri kepada orang lain
(2)      panik
(3)      regresi ketahap perkembangan sebelumnya
(4)      waham
(5)      sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau
(6)      perkembangan ego yang lemah
(7)      represi rasa takut.

Batasan karakteristik :
(1)      Menyendiri dalam ruangan
(2)      Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata (mutisme, autisme ).
(3)      Sedih, afek datar
(4)      Adanya perhatian daan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
(5)      Berfikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, tindakan yang berulang-ulang dan bermakna
(6)      Mendekati perawat untuk berinteraksi namun kemudian menmolak untuk berespons terhadap penerimaan perawat terhadap dirinya.
(7)      Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian kepada orang lain.

Perencanaan :
Sasaran / Tujuan
Jangka Panjang :
Pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama paaaasien lain dan perawat daaalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
Jangka pendek :
Pasien siap masuk dalam terapi aktifitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayanya dalamn satu minggu.
Intervensi dan rasional :
(a)      Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi singkat.
Rasional :
Sikap menerima dari orang lain akan meningkatkan harga diri pasien dan memfasilitasi rasa percaya kepaada oraang lain.
(b)      Perlihatkan penguatan positif kepada pasien
Rasional :
Membuat pasien merasa menjadi seseorang yang akan berguna.

(c)      Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin merupakan hal yang menakutkan atau sukar untuk pasien
Rasional :
Kehadiran seseorang yang dipercayai akan memberikan rasa aman kepada klien.

(d)      Jujur dan menepati semua janji
Rasional
Kejujuran dan rasa membutuhkan menimbulkan suatu hubungan saling percaya.

(e)      Orientasikan pasien pada waktu, orang, tempat, sesuai kebutuhan.
(f)        Berhati-hatilah dengan sentuhan. Biarkan pasien mendapat ruangan extra dan kesempatan untuk keluar ruangan jika pasien menjadi begitu ansietas.
Rasional :
Pasien yang curiga dapat saja menerima sentuhan sebagai suatu bahasa tubuh yang mengisyaratkan ancaman.

(g)      Berikan obat-obat penenang sesuai program pengobatan pasien. Pantau keefektifan dan efek samping obat.
Rasional :
Obat-obatan anti psikosis menolong untuk menurunkan gejala-gejala psikosis pada seseorang, dengan demikian memudahkan interaaksi dengan orang lain.

(h)      Diskusikan dengan pasien tanda-tanda peningkatan ansietas dan tehnik untuk memutus respon ( misalnya latihan relaksasi, “berhenti berfikir “ ).
Rasional :
Perilajku maladaptif seperti menarik diri dan curiga dimanifestasikan selama terjadi peningkatan ansietas.

(i)        Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Rasional :
Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendoirong terjadinya pengulangan perilaku tersebut.

Kriteria hasil :
(a)      Pasien dapat mendemonstrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain
(b)      Pasien dapat mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh
(c)      Pasien melakukan pendekatan interaaaaksi satu-satu dengan orang lain dengan cara yang sesuai / dapat diterima.

3.         Koping Individu tak efektif berhubungan dengan :
(1)      Ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain
(2)      Panik
(3)      Kesensitifan ( kerentanan ) seseorang
(4)      Rendah diri
(5)      Contoh peraan negatif
(6)      Menekan rasa takut
(7)      Sistem pendukung tidak adekuat
(8)      Ego kurang berkembang
(9)      Kemungkinan faktor heriditer
(10)  disfungsi sistem keluarga.

Batasan Karakteristik :
(1)      kelainan daalam partisipasi sosial
(2)      ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar
(3)      penggunaan mekanisme pertahanan diri tidak sesuai
Perencanaan
Tujuan
Jangka panjang
Pasien dapat mendemonstrasikan lebih banyak penggunaan ketrampilan koping adaptif, yang dibuktikan oleh adanya kesesuaian antara interaksi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Jangka Pendek :
Pasien akan mengembangkan rasa percaya kepada satu orang perawat dalam satu minggu.
Intervensi dan rasional :
(a)      Dorong perawat yang sama untuk bekerjasama dengan pasien sebanyak mungkin
Rasional :
Mempermudah perkembangan hubungan saling percaya.

(b)      Hindari kontak fisik
Rasional
Pasien yang curiga mungkin mengartikan sentuhaan sebagai bahasa tubuh yang mengisyaratkan ancaman.

(c)      Hindari tertawa, berbisik-bisik, atau bicara pelan-pelan didekat pasien sehingga pasien daapat melihat hal tersebut namun tak dapat mendengar apa yang dibicarakan.
Rasional
Pasien curiga seringkali yakin bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya, dan sikap yang serba rahasia akan mendukung munculnya rasa curiga.

(d)      Jujur dan selalu tepati janji.
Rasional
Kejujuran rasa membutuhkan orang lain akan mendukung munculnya suatu hubungan saling percaya.

(e)      Kemungkinan besar dibutuhkan pendekataaan yang kreatif untuk mendukung masukan makanan ( misalnya makanan kaleng, makanan milik pribadi atau makanan khas keluarga yang akan memberikan kesempatan lebih besar untuk hal ini ).
Rasional
Pasien curiga sering yakin bahwa mereka akan diuracuni sehingga pasien menolak untuk makan makanan yang disiapkan oleh seseorang dalam piringnya.

(f)        Periksa mulut pasien setelah minum obat
Rasional
Meyakinkan bahwa pasien telah menelan obatnya dan tidak mencoba obat tersebut.

(g)      Jangan berikan kegiatan yang bersifat kompetitif. Kegiatan yang mendukung adanya hubungan interpersonal ( satu-satu ) dengan perawat atau terapis adalah kegiatan yang terbaik.
Rasional
Kegiatan kompetitif merupakan kegiatan yang sangat mengancam paasien-pasien curiga.

(h)      Motivasi pasien untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya. Perawat harus menghindari sikap penolakan tehadap perasaan maraah yang ditujukan pasien langsung kepada diri perawat.
Rasional
Mengungkapkan perasaan secara verbal dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam mungkin akan menolong pasien untuk sampai kepada saat tertentu dimana pasien dapat mencurahkan perasaan yang telah lama terpendam.

(i)        Sikap asertif, sesuai kenyataan, pendekatan yang bersahabat akan menjadi hal yang tidak mengancam pasien yang curiga.
Rasional
Pasien curiga tidak memiliki kemampuan untuk berhubungaan dengan sikap yang bersahabat atau yang ceria sekali.

Kriteria Hasil :
(a)      Pasien dapaat menilai situasi secara realistik daan tidak melakukan tindakan projeksi perasaannya dalam lingkungan tersebut.
(b)      Pasien dapat mengakui dan mengklarifikasi kemungkinan salah interpretasi terhadap perilaku dan perkataan orang lain
(c)      Pasien makan makanan dari piring Rumah Sakit dan minum obat tanpa memperlihatkan rasa tidak percaya
(d)      Pasien dapat berinteraksi secara tepat / sesuai dengan kooperatif dengan perawat dan rekan-rekannya.



4.         Perubahan persepsi sensori : Pendengaran/penglihatan.berhubungan dengan :
(1)      panik
(2)      menarik diriasa
(3)      strss berat, mengancam ego yang lemah.

Batasan karakteristik :
(1)      berbicara dan tertawa sendiri
(2)      bersikap seperti mendengarkaan sesuatu ( memiringkan kepala kesatu sisi seperti jika seseorang sedang mendengarkan sesuatu ).
(3)      Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat unutk mendengarkaan sesuatu
(4)      Disorientasi
(5)      Konsentrasi rendah
(6)      Pikiran cepat berubah-ubah
(7)      Kekacauan alur fikiran
(8)      Respon yang tidak sesuai

Perencanaan :
Tujuan
Jangka Panjang :
Pasien dapat mendefinisikan dan memeriksa realitas, mengurangi terjadinya halusinasi.
Jangka Pendek :
Pasien dapat mendiskusikan isi halusinasinya dengan perawat dalaam waaktu 1 minggu.

Intervensi dan rasional :
(a)      Observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi ( sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam ditengah-tengah pembicaraan ).
Rasional :
Intervensi awal akan mencegaah respons agresif yang diperintah dari halusinasinyaa.
(b)      Hindari menyentuh pasien sebelum mengisyaratkan kepadanya bahwa kita juga tidak apa-apa diperlakukan seperti itu
Rasional :
Pasien dapat saja mengartikan sentuhan sebagaai suatu ancaman dan berespons dengan cara yang agresif.
(c)      Sikap menerima akan mendorong pasien untuk menceritakan isi halusinaasinya dengan perawat.
Rasional
Penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap pasien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi.
(d)      Jangan dukung halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” daripada kata-kata “mereka” yang secara tidak langsung akan memvalidasi hal tersebut. Biarkan pasien tahu bahwa perawat tidak sedang membagikaan persepsi. Kaaaatakan “meskipun saya menyadari bahwa suara-suara tersebut nyata untuk anda, saya sendiri tidak mendengarkan suara-suara yang berbicara apapun.”
Rasional
Perawat harus jujur kepada pasien sehingga pasien menyadari bahwa halusinasi tersebut adalah tidak nyata.
(e)      Coba untuk menghubungkan waktu terjadinya halusinaasi dengan waktu meningkatnmya ansietas. Bantu pasien untuk mengerti hubungaan ini.
Rasional :
Jika pasien dapat belajar untuk menghentikan peningkatan ansietas, halusinasi dapat dicegah.
(f)        Coba untuk mengalihkan pasien dari halusinasinya.
Rasional
Keterlibatan pasien dalam kegiatan-kegiataan interpersonal dan jelaskan tentang situasi kegiatan tersebut, hal ini akan menolong pasien untuk kembali kepada realita.

Kriteria hasil evaluasi
(a)      Pasien dapat mengakui bahwa halusinasi terjadi pada saat ansietas meningkat secara ekstrem.
(b)      Pasien dapat mengatakan tanda-tanda peningkatan ansietas dan menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk memutus ansietas tersbut



5.         Perubahan proses pikir,berhubungan:
(1)      Ketidakmampuan mempercayai orang lain.
(2)      Panik
(3)      Menekan rasa takut
(4)      Stres yang cukup berat
(5)      Kemungkinan faktor herediter

Batasan Karakteristik :
(1)      Waham (ide-ide yang salah)
(2)      Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
(3)      Kewaspadaan yang berlebihan
(4)      Kelainan rentang perhatian-distrakbilitas
(5)      Ketidaktepatan interpretasi lingkungan
(6)      Kelainan kemampuan mengambil / membuat keputusan, menyelesaikan masalah , alasan , pemikiran abstrak atau konseputulisasi , berhitung
(7)       Perilaku sosial yang tidak sesuai ( merefleksikan ketidaktepatan pemikiran ).

Perencanaan
Tujuan
Jangka panjang
Tergantung pada proses kekronisan penyakit , pilih tujuan jangka panjang yang paling realitis untuk pasien :
(1)   Pasien dapat menyatakan berkurangnya pikiran-pikiran waham
(2)   Pasien mampu membedakan antara pikiran waham dengan realita SKIZOFRENIK , DELUSI , DAN KELAINAN-KELAINAN PSIKOSIS
Jangka pendek
Pasien dapat mengakui dan mengatakan bahwa idi-ide yang salah itu terjadi khususnya pada saat ansietas meningkat dalam 2 minggu.

Intervensi dan rasional :
(a)      salah tersebut, sementara itu biarkan pasien tahu bahwa anda tidak Tunjukkan bahwa anda menerima keyakinan pasien yang mendukung keyakinan\tersebut.
Rasional :
Penting untuk dikomunikasikan kepada pasien bahwa anda tidak menerima delusi sebagai suatu realita.
(b)      Jangan menambah atau menyangkal keyaakinan pasien. Gunakan tehnik keraguan yang beralasan sebagai tehnik terapiutik :” saya merasa sukar untuk mempercayai hal tersebut”.
Rasional :
Membantah pasien atau menyangkal keyakinannya tidak akan bermanfaat apa-apa; Ide-ide waham tidak dapat dikurangi dengan pendekaatan ini, daan mungkin akan menghlangi perkembangan hubungan saling percaya.

(c)      Bantu paasien untuk mencoba menghubungkan keyakinan-keyakinan yang salah tersebut dengan peningkataan ansietas yang dirasakan oleh pasien. Diskusikan tehnik-tehnik yang dapat digunakan untuk mengontrol ansietas (misalnya latihan nafas dalam, latihan-latihan relaksasi yang lain, tehnik berhenti berfikir).
Rasional :
Jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yangt meningkat, pikiran wahamnya mungkin dapat dicegah.

(d)      Fokus dan kuatkan pada realita. Kurangi lamanya ingatan tentang pikiran irasional. Bicara tentang kejadian-kejadian dan orang yang nyata
Rasional
Diskusi yang berfokus pada ide-ide yang salah tidak akan berguna dan mencapai tujuan, dan mungkin membuat psikosisnya menjadi lebih buruk.

(e)      Bantu dan dukung pasien dalam usahanya untuk mengungkaaapkan secara verbal perasaan ansietas, takut atau tidak aman
Rasional
Ungkapan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah dipendam cukup lama.
Kriteria hasil evaluasi :
(a)      Mengungkapkan secara verbal refleksi dan proses pikir yang berorientasi pada realita
(b)      Pasien dapat mempertahankaan aktivitas sehari-hari yang mampu dilakukan olehnya
(c)      Pasien mampu menahan diri dari berespons terhadaap pikiran-pikiraan delusi, bila pikiran-pikiran tersebut muncul.
6.         Kerusakan Komunikasi Verbal, berhubungan dengan :
(1)      ketidakmampuan untuk percayaa kepada orang lain
(2)      panik
(3)      regresi ketahap perkembangan sebelumnya
(4)      menarik diri
(5)      kelainan, pikiran yang tidak realistik
Batasan karakteristik :
(1)      tidak adanya asosiasi antara ide yang saatu dengaan yang lainnya
(2)      menggunakan kata-kata yang berarti simbolik untuk individu tersebut (neologisme)
(3)      menggunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti, tidak berhubungaan (baahasa “gado-gado”)
(4)      menggunakan kata-kata bersajak dengan bentuk kata yang tidak umum (asosiasi gema)
(5)      pengulangan kata yang didengar (ekolalia)
(6)      mengungkapkan refleksi pikiran kongkrit (ketidakmampuan untuk berfikir abstrak ).
(7)      Kontak mata kurang (tidak ada kontak mata atau tidak mau menatap langsung kedalam mata lawan bicara).

Perencanaan
Tujuan
Jangka Panjang :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan dalam melakukan komunikasi verbal dengan perawat dan sesama pasien dalam suatu lingkungan sosial dengan cara yang sesuai/dapat diterima.
Jangka Pendek :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk bertahan pada satu topik, menggunakaan ketepatan kata, melakukan kontak mata intermittent selama 5 menit dengan perawat dalam waktu 1 minggu.
Intervensi dan rasional :
(a)      Gunakan tehnik validaasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi pasien.
Rasional
Tehnik ini menyatakan kepada pasoien bagaimana ia dimengerti oleh orang lain, sedangkan tanggungjawab untuk mengerti ada pada perawat.
(b)      Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
Rasional
Mempermudah rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan dan komunikasi klien.
(c)      Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidaaak mengancaaaam bagaimana perilaku dan pembicaraannya diterima dan mungkin juga dihindari oleh orang lain.
(d)      Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bnicara (autisme), gunakan tehnik mengatakan secara tidak langsung
Rasional
Menolong untuk menyampaikan rasa empaty, mengembangkan rasa percaaaya dan akhirnya mendorong pasien untuk mendiskusikan hal-hal yang menyakitkan dirinya.
(e)      Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang memuaskan kembali.
Rasional
Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas keperawatan

Kriteria hasil evaluasi :
(a)      Pasien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang lain
(b)      Pesan non verbal pasien sesuai dengan verbalnya
(c)      Pasien dapat mengakui bahwa disorganisasi pikiran daaan kelainan komunikasiu verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas, lakukan kontak kepada pasien untuk memutus proses.



7.         Kurang perawatan diri berhubungan dengan :
(1)      menarik diri
(2)      regresi
(3)      panik
(4)      ketidakmampuan mempercayai orang lain.

Batasan Karakteristik :
(1)      mengalami kesukaraan daaalam mengambil atau ketidakmampuan untuk membawa makanan dari piring kedaalam mulut
(2)      ketidakmampuan / menolak untuk membersihkan tubuh atau bagian-bagian tubuh
(3)      kelainan kemampuan atau kurangnya minat dalam memilih pakaiaan yang sesuai untuk dikenakan, berpakaian, merawat atau mempertahankan penampilan pada tahap yang emuaskan.     
(4)      Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi dan berkemih tanpa bantuan.

Perencanaan
Tujuan :
Jangka Panjang
Pasien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemonstrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
Jangka Pendek
Pasien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu.
Intervensi dan rasional :
(a)      Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat kemampuan pasien.
Rasional :
Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan meningkatkanharga diri.
(b)      Dukung kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak mampu melakukan beberapa kegiatan.
Rasional
Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam keperawatan.
(c)      Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya yang mandiri
Rasional
Penguatan positif akan meningkatkan harga diri daan mendukung terjadinya pengulanganperilaku yang diharaapkan.

(d)      Perlihatkan pasien secara kongkrit, bagaimana melakukan kegiatan yangf menurut pasien sulit untuk dilakukannya.
Rasional
Dengan berlakunya pikiran kongkrit , penjelasan harus diberikan sesuai dengan tingkat pengertian yang nyata.
(e)      Buat catatan secara terinci tentang masukan makanan dan cairan
Rasional
Informasi penting untuk mendapatkan suatu pengkajian nutrisi yang adekuat.
(f)        Berikan makaanan kudapan dari cairan diantara waktu makan.
Rasional
Pasien mungkin tidak mampu mentoleransi makanan dalam jumlah yang besar pada saat makan dan mungkin untuk itu membutuhkan penambahan makanan diluar waktu makan.
(g)      Jika pasien tidak makan karena curiga dan takut diracuni, berikan makanan kaleng dan biarkan pasien sendiri yang membuka kalengnya, atau jika memungkinkan sarankan untuk makanan tersebut dimakan secara bersama-sama.
Rasional
Pasien akan melihat setiap orang makan dari hidangan yang sama sehingga kecurigaan berkurang/hilang.
(h)      Jika pasien mengotori dirinya, tetapkan jadwal rutin untuk kebutuhan defekasi dan berkemih. Bantu pasien kekamar mandi setiap satu atau 2 jam sesuai jadwal yang telah ditetapkan sesuai kebutuhan, sampai pasien mampu memenuhi kebutuhan tanpa bantuan.

Kriteria hasil evaluasi :
(a)      pasien makan sendiri tanpa bantuan
(b)      pasien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya taaanpa bantuan
(c)      pasien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.